Saturday, April 23, 2011

Sebuah Sapa dan Cerita Dari Norwegia Untuk Indonesia

Selamat pagi, siang, sore, dan malam Indonesia. Setelah hampir satu tahun tinggal di Norwegia, makin hari makin terasa betapa kesejukan, kemudahan, dan kenyamanan di sini sungguh tidak dapat mengobati rasa rindu terhadap panas dan payahnya hidup di Indonesia. Memang benar kata pepatah, hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, tetap lebih senang hidup di negeri sendiri. Sebagai wujud rindu, tulisan ini pun dibuat untuk sekedar menyampaikan sapa dan berbagi cerita soal sebuah negeri nun jauh di belahan utara bumi, Norwegia.

Suhu udara baru saja kembali ke area positif belakangan ini, namun masih di kisaran 2-6 derajat celcius di Oslo. Salju masih ada, namun tak lagi setinggi paha, jalanan pun tak lagi berwarna putih tertutupi taburan salju. Senang sekali, musim semi akan tiba, pohon-pohon yang kering akan kembali ditumbuhi daun-daun, hijaunya rumput pun akan kembali warnai hari setelah diselimuti salju sejak November, pekarangan pun akan kembali siap untuk ditanami beraneka ragam bunga, dan matahari pun akan semakin sering bersinar ceriakan hari.

Di sini, anak kecil sampai orang tua bertaburan bermain dan bersantai di luar rumah ketika matahari bersinar cerah, matahari terlalu jarang muncul untuk disia-siakan. Di Indonesia, jangan harap orang mau bersantai di luar rumah sebelum matahari mulai meminggir. Selain untuk bersantai, orang-orang di sini juga senang berjemur karena ingin membuat warna kulit mereka menjadi kecoklatan. Bagi mereka, kulit yang terlalu putih terlihat sangat pucat dan seperti orang sakit, makanya mereka ingin kulit yang kecoklatan agar tampak lebih segar dan indah.

Tapi pernah juga dalam hati terbersit untuk melanjutkan bekerja di Norwegia setelah lulus kuliah nanti. Selain karena iklim yang lebih beragam dan indah, hidup di sini juga mudah dan nyaman. Mudah karena sekolah murah sekali (biaya per semester untuk program master di kampus saya hanya sekitar Rp.600,000), transportasi publik juga sangat nyaman, teratur (jarang sekali terjadi kemacetan atau kecelakaan), dan tepat waktu, rasanya tidak ada perlunya punya mobil sendiri. Di sini juga selalu ada pekerjaan (part-time atau full-time). Harga-harga barang dan jasa di sini memang sangat mahal (sekitar 5-6 kali lebih mahal dari standar harga Indonesia), tapi gaji pekerja juga sangat tinggi (UMR Norwegia sekitar Rp. 180,000 per jam, sekitar 30 kali lebih tinggi dari UMR Indonesia). Petugas kebersihan di sini, mampu menyewa apartemen, mampu makan di restoran, mampu beli mobil, dan kalau dia pandai menabung, bisa jalan-jalan ke luar negeri. Makanya banyak anak muda Norwegia tidak ingin langsung kuliah setelah lulus SMU. Mereka memilih untuk bekerja dulu, menjadi kasir, petugas kebersihan, pelayan, dan sebagainya selama 6-10 bulan. Sebagian besar penghasilannya mereka tabung, lalu jalan-jalan ke luar negeri selama 2-4 bulan. Setelah istirahat dan senang-senang 1 tahun, baru mereka kuliah. Ketika kuliah, setiap bulan mereka akan menerima pinjaman tanpa bunga dari pemerintah sekitar Rp.16 juta (ini cukup untuk bayar sewa flat, makanan enak, jalan-jalan, dan pesta alkohol). Kalau mereka berhasil lulus, hanya sekitar 60% dari total hutang saja yang perlu mereka bayar kembali kepada pemerintah. Bagaimana, enak bukan?

Norwegia juga sangat nyaman karena segala sesuatu diatur dan diurus dengan baik, sehingga kualitas hidup masyarakatnya pun baik. Tidak perlu lagi masyarakat khawatir dengan giliran pemadaman listrik, langka BBM, atau keterbatasan akses terhadap air bersih. Di sini, kita bisa meminum air langsung dari keran mana saja di seluruh Norwegia, mau dari keran di rumah, di apartemen, maupun di toilet-toilet umum. Belum lagi kesadaran penduduknya akan kebersihan sudah sangat tinggi. Hampir tidak ada lagi yang membuang sampah sembarangan. Mereka juga telah memisahkan sampah ke dalam 5 kategori yang harus di buang di tempat sampah yang tersendiri: organik, kertas, kaleng, plastik, dan kaca (semua akan didaur ulang); dan di sini, sudah tidak ada lagi toilet yang berlantai becek, semua toilet kering dan bersih.

Selain itu, negeri ini sangat aman. Anda ketinggalan tas atau dompet di kereta api atau bus? Tenang, telpon saja perusahaan terkait, pasti mereka akan menemukan dan menyimpankan dompet Anda. Tidak akan ada yang mengambil dompet yang jatuh, yang ada, orang yang menemukan akan melapor ke petugas dan menyerahkan dompet tersebut.

Bagaimana dengan suasana kota? Tersedianya trotoar yang lebar bagi para pejalan kaki adalah fasilitas yang sangat saya nikmati. Sungguh nyaman menjadi pejalan kaki dan pengguna transportasi publik di sini. Berjalan kaki mengelilingi pusat kota adalah aktifitas yang sangat mengasikkan, karena town square di sini benar-benar town square alias perempatan atau alun-alun kota (bukan Mal town square), pintu utama mal-mal, restoran-restoran, toko-toko, atau kafe-kafe benar-benar langsung menghadap trotoar. Dari trotoar kita bisa melihat etalase dari berbagai jenis toko, dari trotoar kita bisa belanja mata. Di musim panas, umumnya kafe-kafe menyediakan kursi di teras gedung alias di atas trotoar, membuat suasana kota menjadi terasa sungguh santai dan akrab. Kapan ya Indonesia bisa punya tata kota yang rapi dan indah seperti Norwegia? Kapan pula Pontianak punya the real town square? Tak perlu lah kita membangun town square ala Eropa, kita bisa bangun dengan gaya khas kita sendiri.

Mari berandai-andai, jika dalam 10 tahun ke depan benar-benar tercapai Indonesia yang adil, damai, dan sejahtera, bukankah Indonesia dengan segala norma dan karakter bangsa-nya dapat menjadi negeri yang 10 kali lebih membahagiakan dari Norwegia? Salam hangat dan semangat selalu.

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2597743

0 comments:

Post a Comment

Text Widget

Text Widget